Tulisan ini dibuat oleh Ust. Cahyadi Takariawan. Sungguh membuat diri ini semakin istiqomah untuk terus bersama kafilah dakwah hingga akhir hayat. Selamat menikmati...
“Luar biasa aktivitas anda membesarkan dakwah di daerah. Sayang sekali, senior anda yang di pusat justru mengkhianati perjuangan anda. Mereka telah mengejar harta, tahta dan wanita, dan melupakan tujuan perjuangan. Lalu, untuk apa anda tetap berpayah-payah di daerah?”
“Sia-sia semua yang kalian kerjakan. Hasilnya dirampas oleh sebagian kecil elit di antara kalian. Apa kalian masih akan bertahan ?”
“Lihatlah apa yang terjadi pada kalian. Setiap hari bertabur berita jelek di media. Itu menandakan aktivitas dakwah kalian sudah jauh menyimpang, karena kerakusan para pemimpin kalian. Mereka telah gila dunia dan melupakan akhirat”.
Semua kata-kata itu keluar begitu saja dari mereka yang tidak mengerti makna ucapannya sendiri. Seakan-akan semua yang diucapkannya adalah kebenaran. Seakan-akan yang disampaikan adalah data dan fakta yang telah teruji kebenarannya, lalu semua yang mendengarkan diharapkan segera beriman. Seakan-akan semua yang mereka ungkapkan adalah dalil pembenaran untuk meninggalkan gelanggang perjuangan.

Di hadapanku ia curahkan semua isi hatinya. Sesak, gumpalan beban menghimpit dada dan hatinya. Lelah, penat, jenuh, kecewa, sedih, bercampur aduk…. Air matanya tumpah ruah saat bercerita tentang kepedihan hatinya. Aku merasakan bendungan perasaan itu ambrol, air bah kekecewaan mengalir sangat deras tidak terbendung. Dahsyat, luar biasa….
Aku segera menceritakan makna ikhlas bagi kader yang berada di lapangan. Aku hanya kader lapangan, waktuku habis di jalan, bukan di kantoran. Aku tidak bisa menjelaskan dengan rangkaian teori yang “tinggi-tinggi”. Ilmuku adalah ilmu lapangan, ilmu aplikasi, berisi pengalaman dan akumulasi rekaman kejadian setiap hari. Teoriku adalah teori kehidupan, yang aku dapatkan langsung dari medan perjuangan. Merekam detail hikmah yang muncul dari perjalanan di sepanjang wilayah dakwah.
Saudaraku, aku ajak engkau melihat benih-benih yang kita semai di ladang-ladang dakwah di berbagai wilayah. Subhanallah, benih itu tumbuh subur menghijau, membuat takjub siapapun yang melihat dan merasakan detak pertumbuhannya. Kita sirami benih itu, dan kita rawat dengan sepenuh cinta dan kasih sayang. Perasaan lelah dan jenuh menghadapi berbagai kendala, segera hilang sirna dengan sempurna, saat menyaksikan hasil semaian di ladang-ladang dakwah kita.
Rasa jenuh dan lelah bisa hinggap pada hati dan pikiran siapa saja. Pekerjaan rutin sehari-hari membuat kita mudah mengalami kejenuhan, apalagi jika yang dihadapi hanya koran, berita televisi, internet dan kata orang. Dunia disempitkan oleh media, bukan diluaskannya. Lalu apa yang menyemangati kita ? Mari berjalan menikmati hijaunya lahan-lahan semaian dakwah yang telah kita rawat lebih dari dua puluh tahun lamanya. Berjalan, bertemu kader-kader dakwah di setiap daerah, menyapa dan membersamai aktivitas mereka. Subhanallah, lihat wajah-wajah cerah yang tampak di setiap pertemuan.

Lalu apa yang melemahkanmu, saudaraku ? Berjalanlah, dan semua wilayah ini adalah bumi dakwah, tempat kita menyemai cinta. Bergeraklah, dan semua daerah ini adalah bumi perjuangan, tempat kita menanamkan harapan. Dimanapun engkau berjalan, dimanapun engkau bergerak, akan merasakan kesegaran udara yang sangat jernih. Tak ada polusi di sana, polusi itu justru ada di sini, di tulisan ini. Tulisan yang tak mampu menggambarkan betapa besar sesungguhnya ukuran cinta dan harapan yang ada pada dada para kader di sepanjang wilayah dakwah. Tulisan yang saya khawatirkan justru menyempitkan makna kesetiaan dan keikhlasan setiap titik perjuangan kader di seluruh bumi Allah.
Maka bergeraklah, berjalanlah, beraktivitaslah bersama kafilah dakwah. Rasakan sendiri, lihat sendiri, dengarkan sendiri kata-kata mutiara yang muncul dari lapangan. Diam telah membuatmu merasakan kejenuhan. Tidak bergerak menyebabkan pikiranmu dipenuhi pesimisme dan kegalauan. Tidak berkegiatan membuat hatimu selalu dalam kebimbangan dan keputusasaan. Bergeraklah di lapangan dakwah, engkau akan menemukan sangat banyak harapan dan untaian mutiara kesabaran.

Bisakah engkau menanamkan bibit-bibit kebencian, kemarahan, dendam dan kesumat, lalu menyuburkannya hanya dengan pupuk isu serta gosip sepanjang masa? Bisakah engkau menciptakan lahan-lahan yang akan tersuburkan dengan fitnah, caci maki dan sumpah serapah ? Siapa yang akan bisa memberikan cinta, jika yang engkau keluarkan untuk mereka adalah dendam membara ? Siapa yang akan memberikan kesetiaan, jika yang engkau tanam adalah benih-benih permusuhan ? Siapa yang akan memberikan ketulusan, jika yang engkau taburkan adalah kebencian ?
Jadi, apa yang menggelisahkanmu saudaraku ? Seorang kader dakwah di Paniai, Papua, menitipkan pesan penting saat aku kesana. “Yang sangat kami perlukan adalah kehadiran para Pembina. Kami sangat optimis dengan medan dakwah di sini”. Subhanallah, seperti terbawa mimpi. Paniai bahkan tidak engkau kenal wilayahnya ada dimana. Engkau tidak mengetahui bahwa di tempat yang sangat jauh dari keramaian kota itu ada banyak harapan untuk kebaikan. Benar kan, di sana tidak ada polusi? Karena polusi itu ada di sini, di tulisan ini. Tulisan yang tak mampu merangkum kuatnya kecintaan dan tulusnya harapan dari kader-kader di daerah.

Di sebuah pojok ruang di Manokwari, Irian Jaya Barat, tak kalah semangat menjalani aktivitas perjuangan. Beberapa gelintir generasi dakwah, telah menanamkan benih-benih di berbagai wilayah. Siapa menyangka ternyata kecintaan dan kesetiaan yang tulus dimiliki oleh mereka yang tinggal jauh di ujung Indonesia. Genggaman tangan sangat kuat dan hangat masih aku rasakan, seakan tak mau melepaskan. Bahkan mereka menghantarkan aku hingga di depan tangga pesawat terbang. Kisah-kisah heroik aku dapatkan selama menemani mereka menyemai benih di bumi Irian Jaya Barat. Insyaallah pahala berlipat telah Allah limpahkan untuk mereka.
Jadi, hal apa lagi yang meresahkanmu, saudaraku ? Pernahkah engkau mendengar Polewali, Majene, Mamuju dan Mamasa ? Mungkin engkau belum pernah mencarinya di dalam peta. Itu nama-nama kabupaten yang ada di Sulawesi Barat, propinsi yang terbentuk setelah dimekarkan dari Sulawesi Selatan. Aku telah melawat berhari-hari lamanya, menemukan bongkahan semangat yang sangat potensial. Sangat banyak luapan energi yang siap untuk mencerahkan wilayahnya. Mereka menjemput kesetiaan dengan melakukan sangat banyak kegiatan, di tengah berbagai keterbatasan yang mereka hadapi.
Aku juga mengunjungi dan menyapa kader-kader di Mataram, Lombok, Sumbawa, Dompu dan Bima. Luar biasa semangat kader-kader dakwah di sana. Di sudut-sudut ruangan, aku menemukan kenyataan cinta itu hidup segar, bersemi indah dan terawat dengan cermat. Tangan-tangan halus para pembina telah membentuk karakter yang kuat pada para aktivis dakwah, sehingga mereka terus menerus bekerja tanpa mengenal lelah, padahal tidak ada yang memberi upah. Hanya Allah yang menjadi tumpuan harapan kerja mereka. Luar biasa.

Maka, apa yang meragukanmu, saudaraku ? Suara-suara itu, tuduhan-tuduhan itu, kata-kata itu ? Aku bukan seseorang yang berwenang menjelaskan. Maka aku tak mau mendengarkannya, karena sama sekali tidak ada artinya bagiku. Aku hanyalah seorang kader lapangan. Waktuku habis di jalan, bukan di kantoran. Aku merasakan gairah pertumbuhan, aku mendengarkan degup jantung penuh kecintaan, aku mencium harum aroma kemenangan, aku melihat gurat keteguhan, aku menikmati cita rasa kesetiaan. Aku menjadi saksi betapa suburnya cinta dan kesetiaan kader di sepanjang jalan dakwah, di sepanjang bumi Allah.
Waktu, tenaga, pikiran, harta benda bahkan jiwa telah mereka sumbangkan dengan sepenuh kesadaran. Tidak ada yang terbayang dalam benak mereka, kecuali upaya memberikan yang terbaik bagi perjuangan. Berbagai kekurangan dan kelemahan mereka miliki, namun tidak menyurutkan semangat dan memadamkan gairah yang menggelora di dada. Mereka yakin akan janji-janji Ketuhanan, bahwa kemenangan itu dekat waktunya. Mereka menjemput kesetiaan dengan selalu bergerak, berbuat, beraktivitas di lapangan. Bukan duduk diam menunggu sesuatu, atau melamunkan sesuatu.
Suara-suara itu, tuduhan-tuduhan itu, caci maki itu, apakah masih ada artinya jika engkau telah menghirup nafas dari udara yang sangat jernih di wilayah dakwah ? Apakah masih membuatmu gelisah jika tubuhmu telah basah oleh keringat dari perjalanan panjang yang sangat menyenangkan di berbagai daerah ? Apakah masih membuatmu ragu jika matamu telah memandang kehijauan lahan-lahan yang kita semai di sepanjang bumi Allah ? Apakah masih membuatmu gundah jika hatimu telah bertaut dengan aktivitas kader-kader dakwah yang menjemput kesetiaan dengan berjaga dan bertahan di berbagai medan perjuangan ?

Beritahukan ya Allah, cinta kami sangat tulus untuk mereka. Selamanya.
Selamanya !
Pancoran Barat, 3 Mei 2011