![]() |
ldfalmudarris.blogspot.com |
Alm. Kh. rahmat
Abdullah
Ada dua orang yang melihat semut sebagai hewan kecil yang rakus, hanya
karena sangat aktif mengumpulkan bahan makanan jauh lebih banyak dari panjang
usia yang mungkin di jalaninya. Bahwa nama semut menjadi sebutan bagi salah
satu dari 114 surat Al-Qur’an, memang tidak menjadi jaminan mereka tercela atau
tidak, berbeda dari semisal Al-Munafiqun dan Al-Kafirun atau nama-nama lain
seperti anjing (Qs Al-A’raf: 176), kera dan babi (Qs. Al-Maidah:60). Tetapi
kalau bukan untuk tujuan terpuji, untuk apa nama itu disebut dalam kitab suci,
seperti surat An Naml dan An Nahl?
Konon bila
ada seekor semut berjalan berputar-putar atau zigzag, maka artinya
ia memang sedang bertugas mencari bahan makanan bagi kaumya. Bila menemukan
sepotong daging kembang gula atau objek lainnya, di jamin ia tak akan
menghabiskannya atau mengangkatnya sendirian. Ia akan berputar-putar sejenak
untuk mengukur dan menghitung berapa pasukan semut yang diperlukan. Pulang ke
sarang ia berjalan lurus dengan melepaskan asam melalui ekornya yang akan
menjadi garis navigasi bagi para pekerja yang akan melaluinya dengan disiplin.
Coba-cobalah meletakkan sekeping cokelat atau gula di tepi garis asam semut
itu, mereka tetap takkan tergoda. Demikian akurat semut menggunakan
institusinya yang mengajarkan manusia kapan musim hujan dan kapan musim
kemarau akan datang, demikian pula disiplin mereka. Menimbun logistik untuk
musim yang lebih panjang dari usia mereka, tetapi bukan untuk kepentingan
pribadi, melainkan kepentingan kaum dan bangsa.
Jangan
coba-coba menaburkan gula atau kue manis dekat-dekat garis itu. Karena pasukan
semut takkan terangsang oleh provokasi atau jebakan itu. Ghayah dan ahdaf (tujuan
dan sasaran) mereka jelas. Amal jama’i mereka kompak. Disiplin mereka tinggi.
Entah dari mana datangnya dan bagaimana ia mengintai, seekor semut
eksekutor telah siap dengan kepala dan taring yang besar untuk
memenggal kepala semut yang terangsang mengambil makanan di luar garis navigasi.
Betapa mahalnya harga yang yang harus dibayar akibat tindakan liar sebagian
pasukan artileri yang ditempatkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam di
bukit pada Perang Uhud itu. Mereka dipesan untuk jangan meninggalkan front tanpa
komando, baik pasukan kita kalah atau menang. Tak pernah sepedih itu duka dan
gundah yang dirasakan kanjeng Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Bila jenis
serangga ada yang bersuara, itulah nahl lebah yang di
perintahkan Allah untuk membangun hunian di gunung-gunung, di pohon-pohon,
dan rumah-rumah manusia (Qs An Nahl :68). Mereka disuruh memakan yang
baik-baik dan memproduksi yang baik-baik yang sangat berguna bagi kesehatan dan
penyembuhan. Mereka berdengung di sarang seperti pasukan mujahid Muslim di
zaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, mendengungkan dzikir di malam
hari setelah sepanjang siang dengan penuh semangat dan kesungguhan berjihad
membela kebenaran. Mereka tidak suka mengganggu siapapun, namun jangan
coba-coba melempari sarang lebah, mereka akan datang full team membalas setiap
agresor. Muslim yang tak bersengat bekerja seperti semut, dan yang sudah
bersengat berjuang bagaikan lebah. Perumpamaan seorang Muslim seperti
Lebah, tak makan kecuali yang baik dan tak keluar pula dari perutnya kecuali
yang baik.
Mentalitas
Rendah
Seorang
manusia sejati tidak akan terkesiap hanya oleh kemilau benda-benda, daya tarik
alam semesta dan segala hal yang fana, kecuali ia menisbahkan semua itu kepada
sang Pencipta. Ia wujud sejati dan ia selalu jadi tujuan. Sementara manusia
yang bermental anjing, jika ia setia, ia setia kepada sepotong tulang, bukan
pada pemberi tulang. Ia menggonggong dengan suara lengkingan yang jauh lebih
nyaring dari tuannya. Jangan tanya komitmen, ia takkan mengerti. Itulah
sebabnya tak ada tuah pada pribadi, tutur, dan tindakan mereka yang
menggadaikan hidup dan ilmunya untuk kepentingan materi sesaat. Mereka tak bisa
mengenali dan tak waspada ataupun ngeri apakah rezki yang mereka dapat dengan
penyelewengan itu menjadi karunia atau istidraj (uluran).
Namun masih
ada jenis anjing yang membuat kita ingat akan betapa tinggi nilai ilmu.
Bila engkau melepas anjingmu, dengan bismilah, lalu ia membunuh buruannya,
lihatlah apakah ia melukai buruanmu di tempat yang tepat atau mencabik dan
memakan daging hewan itu. Yang pertama berburu untuk tuannya,
karenanya buruan itu sembelihan yang halal di makan dan yang kedua berburu
untuk dirinya, karena itu buruan itu bangkai yang haram dimakan. Catat hari
kelahiran seekor babi jantan, tunggu sampai usianya layak kawin. Lihatlah
betapa dengan ringan ia gauli ibunya di depan kesaksian bapak kandungnya yang
asyik melahap makanannya termasuk kotorannya sendiri. Jangan tanya hewan
itu Apa bapak tidak cemburu? Ia takkan buka kamus untuk
mencari arti cemburu, karena entri itu memang tak pernah ada dalam kamus mereka
atau mereka memang tak punya kamus.
Disiplin,
Pahit tetapi sehat.
Syaikh Amin
Syinqithy membuktikan betapa Allah memberikan keberkahan bagi umur kita. Ketika
murid-muridnya terheran-heran, apa mungkin orang bisa menghatamkan Al-Qur’an
dalam sekali salat malam, ia membuktikannya. Betapa rapi bacaannya. Betapa
merdu suaranya, betapa nikmat salat bersamanya. Selebihnya, cukup waktu untuk
bekerja. Pada ashar hari kamis di akhir pekan, seorang kader dakwah seperti dituturkan
Imam Hasan Al-Banna keluar dari bengkel tempat ia bekerja. Malamnya ia sudah
memberikan ceramah di sebuah pertemuan beberapa puluh kilometer dari tempatnya.
Esok Jum’atnya ia berkhutbah dengan bagus di tempat lain yang cukup jauh.
Asharnya ia memberikan pengarahan pada sebuah Mukhoyam (camping) yang
diikuti oleh ratusan pemuda da’i berbagai penjuru. Lepas Isya, ia menyampaikan
arahan pada sebuah dauroh besar. Ratusan kilometer dalam 30
Jam ditempuhnya, suatu perjalanan yang melelahkan. Namun esoknya, dengan wajah
cerah cemerlang dan hati yang tenang, ia telah tiba di tempat kerjanya lebih
cepat, tanpa ribut-ribut mengisahkan kerja besar yang baru diselesaikannya.
Sembilan
tahun agresi pasukan musyrikin Quraisy dan yang lainnya ke Madinah telah menyibukkan
Rasulullah dengan 27 kali (pertemuan yang beliau pimpin langsung) dan 35
kali sariyah (yang di pimpin para sahabat). Serbuan yang
bertubi-tubi ini potensial membuat lemah fisik dan mental, dan masuk akal bila
beliau dan para sahabat memanfaatkan waktu jeda yang rata-rata sebulan atau
sebulan setengah untuk berleha-leha. Namun ternyata justru waktu itu diisi
dengan banyak kegiatan, dari mendidik para politisi, panglima perang, hakim,
diplomat sampai merangkak dengan anak-anak di punggungnya atau dalam beberapa
riwayat dan momentum yang berbeda, berpacu jalan dengan keluarga atau
beramahtamah dengan rakyat jelata. Ia pemimpin besar yang menggetarkan banyak
bibir kekaguman. Ia panglima besar yang akurat dalam memimpin setiap
pertempuran. Ia guru yang melahirkan kader handal. Ia suami yang membuat
istrinya kebingungan saat ditanya momen-momen apa yang paling mengesankan
semasa hidup bersamanya. Momen mana yang tidak mengagumkan, (ayyu
amrihi lam yakun ajaba?!), jawab Aisyah, ummul mu’minin
radhiyallahu ‘anha.
Kemapanan;
Ancaman titik Balik
Penduduk asli
kota-kota besar yang datang beberapa generasi sebelum ini, bagaikan pendaki
gunung yang kelelahan dan tak bernafsu lagi untuk berprestasi. Dengarlah
jawaban tiga anak-anak tanggung dari tiga kelompok, ketika masing-masing
ditanya kemana Ayah mereka. Yang pertama menjawab: kerja, karena etnik ini
lebih pas menjadi birokrat. Yang kedua menjawab cari uang, karena lebihsreg dengan
berdagang. Yang ketiga, penduduk asli tersebut menjawab: tidak ada, yang justru
karena itu sang tamu bertanya. Mampukah abi-ummi, sebutan bagi sebuah generasi
baru menyelamatkan anak-anak mereka menjadi ikhwan akhwat setelah dari
masyarakat sekuler mereka berhasil hijrah ke alam baru. Anak- anak mereka tidak
merasakan pedih perihnya keterasingan dan pahitnya kebencian. Mereka hanya tahu
di rumah mereka ada telah ada televisi, video, VCD dan perangkat hiburan
lainnya. Sebagian telah menikmati taraf hidup lebih baik. Sebagian lagi malah
telah memasukin dunia jetset dan orang tua yang selebritis.
Jawabnya
sangat tergantung kepada komitmen dan integritas masing-masing, sesudah yang
terpenting hidayah Allah. Derita dingin malam dan lapar siang, tetap selalu
dapat dirasakan oleh si kaya dan si miskin. Rasa sepenanggungan masih tetap dihayati
oleh veteran-veteran ghuraba yang kini berdasi dan bermersi.
Namun dendam kemiskinan kerap menghinggapi mereka yang tak siap. Dendam itu
bisa mengambil bentuk sikap snob, arogan, norak, kufur nikmat dan
lupa kacang akan kulitnya. Manusia tetaplah manusia, apapun posisi mereka
sebelumnya. Hajjaj bin Yusuf At Tsaqafi adalah seorang guru dan hafiz
Al-Qur’an, penyair dan panglima yang ulung sebelum menjadi penjagal ulama dan
mujahidin, bagi kepentingan dinasti Bani Ummayah. Qarun berasal dari kaum Nabi
Musa yang mendapat suara Bani Israil untuk mewakili perjuangan mereka, sebelum
akhirnya ia menjadi antek setia Fir’aun dan menghianati konstituennya. Wallahu
‘alam bisshawab.